Menurut iensten slama semua masih dalam dimensi ini (ruang dan waktu) semua tlah menjadi relativ. tak ada suatu yang absolut. tak ada kebenaran mutlak. semua tlh menjadi deskontruktiv. kbnaran bukan mnjadi sebuah keutuhan. namun kebnaran solah-olah menjadi daun yang berserakan.
kenyataanya 1 + 1 bbukan slalu = 2. dalam hukum newton dua misalnya 1+1 justru = 0. karna menurut nnwton jika benda yang mmpunyai energi satu bertambrakan dengan benda yang mempunyai energi yang juga satu akibatnya tak ada energi atau benda yang brjalan. dalam hukum neorologi 1+1 bukan sama dengan 2 namun justru bisa brapapun bisa 1000, bisa10.000, bahkan bisa brjuta-juta. karena dalam hukum neurologi ketika sel saraf mengirim satu konksi dengan satu sel saraf yang lain yang terjadi justru ribuan sel sel saraf lainya ikut terkoneksi. lebih lanjut dalam hukum enkurilibilium 1+1 bukan sama ngan 2 namun ttap saja satu.
septi ktika kita membedakan kanan dan juga kiri, bagi kita mungkin itu sblah kanan namun bagi orang lain justru mungkin sebaliknya. seprti selra makan. bagi saya mi instan trasa sangat nikmat namun bagi orang lain?
prtanyaannya kemuian apakah ada kebnaran mutlak? kenyataannya ralitas rupanya lebih komplek ketimbang rasionalitas yang ada alam diri kita. cakrawala rasioalitas kita yang mempunyai skema pola pikir sederhana ini pun masih mempunyai dualitas. tak ada kutuhan. rasionalitas memandang knyataan adalah kontra diksi., sbuah paraoksal yang gamblang. setiap tesis mmiliki antitsis. setiap argumen mempunyai kontra argumen yang lain. lalu bagaimana dengan rlaitas itu sendiri? akibatnya deskontruktif tak bisa dihindari. knyataan lebih dari bengang kusut yang tak mungkin bisa di urai.
dalam spiritualitas kesadarn mempngaruhi mareti bahkan kesadaran itulah yang mentukan materi.jika kita menganggap QUark itu glombang, maka ralitas yang akan kita hadapipun Quark akan brprilaku seperti glombang. namun jika kita branggapan bahwa Quark itu cahaya, maka ralitaspun akan menagggapi sprti apa yang ada dalam kiri kita. jika kita menmukan kebahagiaan di dalam diri kita, realitas yang akan di hadapipun sprti apa yang kita tmui di dalam diri kita.
ktika kita menari jawaban funamntal tengtang diri, alam semsta, hakikat, makna dan lain lain? kmuian kita mencarinya di blantara ralitas kita tak akan mendapatkannya. justru kita akan menapatkan paradoksal-paraoksal yang berserakan. ketika kita mencarinya dalam ranah rasionalitas kitapun akan mnapatkan paraokasl yang sangat gamblang.ya mskipun paraosal itu hanya satu. namun mngapa kita tak brbalik arah. mngapa kita justru tak mnylami samura yg justru ada dalam diri kita. prinsipnya adalh untuk menari kebnaran jusrtu bukan dilalui dengan kraguan, namun justru degan kyakinan.
bukankah apa yang ada dalam diri ini lebih luas ketimbang alam semesta
Minggu, 04 September 2011
Sabtu, 27 Agustus 2011
Rabu, 24 Agustus 2011
JALAN PANJANG MENUJU DIRI
ketika aku cari cari peneguhan kebenaran di tengah tengah belantaranya realitas.
aku tak mendapatkan apa apa, aku tak mendapatkan kokohnya pondasi peganganku, namun yang aku dapati justru pijakan yang begitu rapuh. bahkan beban yang begitu ringkih.
ketika aku cari cari kegembiranan di tengah tengah hanyutnya diriku dalam alunan gelak tawa dan semburat senyum.
namun aku tak mednapatkan apa apa yang aku cari, aku justru mednapaptkan hatiku yang berlari pada gersangnya belukar yang di penuhi ilalalng yang mengering
ketika aku mecari ketenangan dalam heningnya smilir angin yang membisu serta gelapnya malam yang beku, aku tak menemukan apapun. aku tak menemukan syhadunya hati yang renyuh akibat kesadaranku yang telah menelan lamat lamat bisu bisu serta beku beku yang kelu. aku justru menemukan jiwa yang brlari dari sombongnya kenyataan. aku menemukan diriku terseok seok oleh berbagai tatapan sinis yang menyayat uluh jiwaku.
ketika aku mecari kecukupan di tengah gemerlapnya dunia yang memancarkan cahaya. namun aku tak mendanpatkan apa apa. aku hanya mendapatkan gegelisahan akan setiap kemilau berlian yang memancar ketika cayaha menembus sekatnya.
namun di tengah ringkihnya diri ini, di tengah gersangnya jiwa ini. di tengah ketidakmampuan diri ini membaca realitas, di tengah rendahnya diri ini dari tatapan sins dunia. AKU MNMUKAN IRIKU. ya aku menemukan diriku justru ketika aku sudah tidak percaya lagi padaku, aku menemukan diriku justru ketika diriku sudah putus assa dengan diriku sendiri. aku menemukan diriku sendiri ditengah sehela nafas yang begitu mahal harganya.
aku tak mendapatkan apa apa, aku tak mendapatkan kokohnya pondasi peganganku, namun yang aku dapati justru pijakan yang begitu rapuh. bahkan beban yang begitu ringkih.
ketika aku cari cari kegembiranan di tengah tengah hanyutnya diriku dalam alunan gelak tawa dan semburat senyum.
namun aku tak mednapatkan apa apa yang aku cari, aku justru mednapaptkan hatiku yang berlari pada gersangnya belukar yang di penuhi ilalalng yang mengering
ketika aku mecari ketenangan dalam heningnya smilir angin yang membisu serta gelapnya malam yang beku, aku tak menemukan apapun. aku tak menemukan syhadunya hati yang renyuh akibat kesadaranku yang telah menelan lamat lamat bisu bisu serta beku beku yang kelu. aku justru menemukan jiwa yang brlari dari sombongnya kenyataan. aku menemukan diriku terseok seok oleh berbagai tatapan sinis yang menyayat uluh jiwaku.
ketika aku mecari kecukupan di tengah gemerlapnya dunia yang memancarkan cahaya. namun aku tak mendanpatkan apa apa. aku hanya mendapatkan gegelisahan akan setiap kemilau berlian yang memancar ketika cayaha menembus sekatnya.
namun di tengah ringkihnya diri ini, di tengah gersangnya jiwa ini. di tengah ketidakmampuan diri ini membaca realitas, di tengah rendahnya diri ini dari tatapan sins dunia. AKU MNMUKAN IRIKU. ya aku menemukan diriku justru ketika aku sudah tidak percaya lagi padaku, aku menemukan diriku justru ketika diriku sudah putus assa dengan diriku sendiri. aku menemukan diriku sendiri ditengah sehela nafas yang begitu mahal harganya.
Langganan:
Postingan (Atom)